Tuesday, October 2, 2012

Tip-tip untuk Memperdalam Hubungan Anda dengan Al-Qur’an

Apakah anda salah satu dari orang-orang yang jarang sekali memegang Al-Qur'an? Atau apakah anda membacanya setiap hari, tetapi tidak berpengaruh bagi anda seperti selayaknya? Apa pun masalah yang mungkin terjadi, berikut beberapa tip mudah yang akan membantu anda untuk berhubungan dengan Al-Qur'an:



1. Sebelum menyentuhnya, periksalah hati anda

Kunci agar benar-benar mendapatkan keuntungan dari Al-Qur'an adalah periksalah hati anda terlebih dahulu, sebelum anda menyentuh Al-Qur'an. Tanyakan sejujurnya pada diri anda, mengapa anda membacanya. Apakah hanya sekedar untuk mendapatkan informasi dan kemudian meninggalkannya dari diri anda begitu saja sesudahnya? Ingatlah bahwa Nabi Muhammad (Kedamaian dan anugerah selalu tercurah pada beliau) yang dijelaskan oleh istri beliau sebagai "Al-Qur'an berjalan". Dengan kata lain, Beliau tidak hanya membaca dan memperindah bacaan Al-Qur'an, tetapi Beliau hidup di dalamnya.

2. Berwudhu

Berwudhu adalah persiapan bagi fisik dan mental yang baik untuk mengingatkan anda bahwa anda tidak hanya sekedar membaca buku seperti membaca buku lainnya. Lebih kepada anda hendak berinteraksi dengan Tuhan, sehingga menjadi bersih harus diprioritaskan saat berkomunikasi dengan-Nya.

3. Baca hanya 5 menit setiap harinya

Terlalu sering kita berpikir bahwa kita harus membaca Al- Qur'an setidaknya 1 jam penuh. Jika bukan merupakan kebiasaan anda untuk membacanya setiap hari, maka hal tersebut akan sangat sulit. Mulailah terlebih dahulu dengan hanya 5 menit setiap hari. Jika kalian melakukan langkah pertama, Insha Allah (dengan seijin Allah), anda akan merasakan bahwa 5 menit tersebut akam menjadi 10 menit, kemudian menjadi setengah jam, kemudian 1 jam, dan bahkan mungkin lebih!

4. Pastikan bahwa kamu memahami apa yang kamu baca

5 menit dalam membaca Al-Qur'an dalam bahasa Arab adalah baik, tetapi anda perlu memahami apa yang anda baca tersebut. Pastikan bahwa anda memiliki terjemahan Al-Qur'an yang baik dalam bahasa yang anda sangat pahami. Selalu berusaha untuk membaca terjemahan apa yang anda baca setiap harinya tersebut.

5. Ingat, Al-Qur'an adalah lebih interaktif dibanding sebuah CD.

Di dalam sebuah CD Rom interaktif dan program komputer, beberapa orang berpikir bahwa buku-buku adalah lebih pasif dan membosankan. Tetapi tidak halnya demikian dengan Al-Qur'an. Ingatlah saat anda membaca Al-Qur'an, anda sedang berinteraksi dengan Allah. Allah sedang berbicara dengan anda, maka simaklah.

6. Jangan hanya membaca, tetapi dengarkan juga

Saat ini banyak sekali terdapat kaset-kaset audio dan CD Al-Qur'an, beberapa diantaranya bahkan dengan terjemahan yang sangat baik. Kaset dan CD ini sangat baik dimasukkan di dalam walkman atau pun CD atau stereo mobil anda sepanjang mengemudi ke dan dan dari kantor. Gunakan ini sebagai tambahan untuk bacaan Al-Qur'an anda tiap hari, bukan sebagai pengganti.

7. Berdoalah

Mintalah kepada Allah untuk menuntun anda ketika membaca Al-Qur'an. Tujuan anda adalah khususnya untuk mencintai Allah, berinteraksi dengan-Nya dengan membaca, memahami dan mengaplikasikan Firman-Firman-Nya. Berdoalah kepada Allah untuk pertolongan dan tuntunan-Nya, dan menjadikannya alat terbaik dalam melakukan (membaca)nya.

sumber : https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10151246711290180&set=a.10151003181825180.480702.327342750179&type=1

Air Mata Takwa




Sesungguhnya, menangis bukanlah monopoli kebutuhan anak kecil dan kaum wanita. Dalam agama Islam yang mulia ini, sebuah tangisan kadang kala sangat dibutuhkan oleh siapa saja, baik kaum pria maupun wanita. Memang, tetesan air mata manusia menyimpan beribu makna. Air mata yang diteteskan oleh seorang hamba karena takut kepada Rabbnya memiliki makna dan nilai yang sangat tinggi di sisi-Nya. Bagaimana tidak, tangisan seperti itu dapat menyelamatkan dirinya dari jilatan api Neraka yang menyala-nyala.



Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَلِجُ النَّارَ رَجُلٌ بَكَى مِنْ خَشْيَةِ اللهِ حَتَّى يَعُوْدَ اللَّبَنُ فِي الضَّرْعِ
وَلاَ يَجْتَمِعُ غُبَارٌ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَدُخَانُ جَهَنَّمَ
“Tidak akan masuk Neraka seseorang yang menangis karena takut kepada Allah, hingga air susu dapat kembali kepada ambingnya (kantong kelenjar susu binatang ternak), dan tidak akan berkumpul antara debu medan jihad fii sabiilillaah dengan asap Neraka Jahannam.” (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 1333; an-Nasa-i, no. 2911 dan dishohihkan oleh al-Albani rahimahullah dalam al-Misykaah, no. 3828)
Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan bahwa seseorang yang menangis karena takut kepada Allah, disentuhkan apinya pun tidak. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَيْنَانِ لاَ تَمَسُّهُمَا النَّارُ: عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ
وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ
“Dua mata yang tidak akan disentuh api Neraka, yakni mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang terjaga karena siaga (saat berjihad) di jalan Allah.” (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 1338 dan dishohihkan oleh al-Albani dalam al-Misykaah, no. 3829)
Tidak hanya itu, orang yang menangis karena takut kepada Allah juga dijamin akan mendapatkan cinta Allah Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ شَيْءٌ أَحَبَّ إِلَى اللهِ مِنْ قَطْرَتَيْنِ وَأَثَرَيْنِ،
قَطْرَةٌ مِنْ دُمُوْعٍ فِيْ خَشْيَةِ اللهِ وَقَطْرَةُ دَمٍ تُهَرَاقُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ،
وَأَمَّا الْأَثَرَانِ فَأَثَرٌ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَأَثَرٌ فِيْ فَرِيْضَةٍ مِنْ فَرَائِضِ اللهِ
“Tidak ada sesuatu yang lebih dicintai Allah selain dua tetesan dan dua bekas. Yaitu, tetesan air mata karena takut kepada Allah dan tetesan darah yang mengalir (saat jihad) di jalan Allah. Adapun dua bekas, yaitu bekas dari berjihad di jalan Allah dan bekas dari menunaikan salah satu kewajiban yang telah Allah tetapkan.” (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 1363 dan dihasankan oleh al-Albani dalam al-Misykaah, no. 3837)
Tengisan karena takut kepada Allah merupakan salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Tangisan ini murni muncul dari kesadaran manusia yang takut terhadap adzab-Nya disebabkan dosa-dosa yang selalu dia perbuat.
Tak dapat dipungkiri, manusia dengan segala aktivitas keduniaannya acap kali lupa mengingat Penciptanya. Ibadah pun kerap kali terabaikan. Dunia telah begitu menyibukkan. Akhirat yang seharusnya dikejar akhirnya terlupakan. Mereka kian jauh terseret oleh gemerlapnya alam fana ini hingga tidak ingat lagi terhadap tugas utamanya berada di dunia.
Mereka juga semakin jauh dan jauh dari Allah Ta’ala hingga pelan-pelan melupakan-Nya. Semakin menusia menjauh dari-Nya, maka semakin ia mendekati dosa dan terjerembab ke dalam dosa-dosa, tergelincir dari jalan yang lurus.
Jiwa manusia menjadi hampa karena dosa-dosa dan hati mereka pun menjadi keras karenanya. Akibatnya, mata mereka tidak lagi dapat menangis dan meneteskan air mata; hati tidak dapat lagi merasakan manis dan lezatnya iman, kecuali mereka yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, namun sedikit sekali dari mereka yang demikian.
Manusia seperti ini tidak akan mendapatkan kebahagiaan, baik di dunia maupun di Akhirat, kecuali jika ia segera bertaubat kepada-Nya dengan sungguh-sungguh, tidak mengulangi perbuatan maksiatnya, dan menangisi dosa-dosanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
طُوْبَى لِمَنْ مَلَكَ لِسَانَهُ، وَوَسِعَهُ بَيْتُهُ، وَبَكَى عَلىَ خَطِيْئَتِهِ
“Berbahagialah orang yang dapat menjaga lisannya, merasa betah di rumahnya (untuk beribadah), dan menangisi dosanya.” (Diriwayatkan oleh ath-Thobroni dalam al-Ausath, no. 2340 dan kitab Mu’jamush Shoghiir, no. 212. Beliau mengatakan bahwa sanadnya hasan. Hadits ini dihasankan pula oleh al-Mundziri dalam kitab at-Targhiib wat Tarhiib, IV/233. Syaikh al-Albani rahimahullah mengatakan dalam kitab Shohiih at-Targhiib wat Tarhiib, no. 3332 bahwa hadits ini hasan li ghoirihi).
Orang yang menangisi dosa-dosanya sebagai tanda penyesalan, dijamin oleh Allah Ta’ala akan selamat dari akibat buruk dosanya, baik di dunia dan di Akhirat.
‘Uqbah bin ‘Amr pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَا النَّجَاةُ؟
قَالَ: أَمْلِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ، وَلْيَسَعْكَ بَيْتُكَ، وَابْكِ عَلَى خَطِيْئَتِكَ
“Wahai Rasulullah, bagaimana cara memperoleh keselamatan?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jagalah lisanmu, hendaklah engkau merasa betah di rumahmu (untuk beribadah), dan tangisilah dosamu.”(Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 2406; Abu Nu’aim dalam al-Hilyah, 2/9; al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, no. 8079. Hadits ini dishohihkan oleh al-Albani dalam ash-Shohiihah, II/581-584).
Saudaraku yang kami muliakan, menangis kadang terasa sulit, apalagi ketika pesona dunia yang begitu indah menggoda di pelupuk mata. Tapi justru pada saat-saat itulah tangisan sangat tinggi nilainya di sisi Allah Ta’ala.Tangisan seorang hamba karena takut andaikata Allah meninggalkannya atau mengabaikannya akibat dosa-dosa yang telah menumpuk tinggi dan menghitam-legamkan hati. Inilah tangisan yang akan membuka pintu ridho dan cinta-Nya, serta menghalau murka dan adzab-Nya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat beliau adalah orang-orang yang sangat kokoh keimanannya, namun mereka banyak menangis karena takut kepada Allah Ta’ala. Bagaimana dengan kita yang imannya lebih banyak menurun?!

Penulis: Muhaimin Ashuri

Remaja Islam, Remaja Dakwah


Dakwah? Hmm.. kok kayaknya berat banget kedengarannya ya? Lho, emangnya kenapa? Sebagian teman remaja biasanya denger atau ngucapin kata dakwah terasa sangat berat. Telinga pekak en lidah kelu dan yang terbayang di benaknya pasti urusannya dengan jenggot, kopiah, baju koko, sarung, dan jilbab. Well. Nggak salah-salah amat sih. Cuma nggak lengkap penilaiannya.
Lagian juga terkesan adanya pemisahan antara dakwah dan kehidupan umum, gitu lho. Kesannya kalo dakwah adalah bagiannya mereka yang ada di kalangan pesantren atau anak-anak ngaji aja. Anak-anak nongkrong sih nggak tepat kalo berurusan dengan dakwah. Dakwah kesannya jadi tugas mereka yang hobinya dengerin lagu-lagu nasyid macam Demi Masa-nya Raihan. Bukan tugas anak-anak yang hobinya dengerin lagu-lagu pop macam Terima Kasih Cinta-nya Afgan. Halah, itu salah banget, Bro. Nggak gitu deh seharusnya. Sumpah.
Gini nih, sebenarnya urusan dakwah atau tugas dakwah jadi tanggung jawab bersama seluruh kaum muslimin. Cuma, karena tugas dakwah ini cukup berat dan nggak semua orang bisa tahan menunaikannya, jadinya dakwah secara tidak langsung diserahkan kepada mereka yang ngerti aja. Anggapan seperti ini insya Allah nggak salah. Cuma, kalo dengan alasan seperti ini lalu kaum muslimin yang belum ngerti atau masih awam tentang Islam jadi bebas untuk nggak berdakwah, atau nggak mau terjun dalam dakwah, itu tentu salah, Bro. Why? Karena tetap aja punya kewajiban untuk belajar. Tetap punya kewajiban mencari ilmu. Jadi, nggak bisa bebas juga kan? Malah kalo nekat nggak mau belajar dan nggak mencari ilmu, hal itu dinilai berdosa, man! Bener.
Baginda kita, Rasulullah Muhammad saw. bahkan menyatakan bahwa aktivitas belajar dan mencari ilmu adalah kewajiban bagi seluruh kaum muslimin dari buaian ibu hingga ke liang lahat. Kalo mencari ilmu itu adalah wajib, berarti bagi yang nggak mencari ilmu selama hidupnya, jelas berdosa dong. Allah Swt. bahkan menjamin orang-orang yang beriman dan berilmu akan diberikan derajat lebih tinggi dibanding orang yang nggak berilmu (apalagi nggak beriman). Firman Allah Swt.:
“…Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Muj?dalah [58]: 11)
Bro, emang bener banget. Urusan dakwah ini sangat erat hubungannya dengan tingkat keilmuan. Dakwah itu jelas membutuhkan ilmu. Jadi, betul kalo dikatakan bahwa tugas berdakwah hanya diberikan kepada mereka yang udah menguasai ilmu agama. Tapi, buat kita yang belum menguasai ilmu agama secara mantap bukan berarti nggak ada kewajiban dakwah. Sebab, rasa-rasanya untuk ukuran sekarang nih, nggak mungkin banget ada kaum muslimin yang nggak ngerti sama sekali tentang Islam. Pasti deh, satu keterangan atau dua keterangan dalam ajaran agama Islam sudah pernah didengarnya dan menjadi pengetahuannya. So, sebenarnya tetap punya kewajiban nyampein dakwah meskipun cuma sedikit yang diketahui. Kalo pengen lebih banyak tahu tentang Islam, ya tentu saja kudu belajar lagi dan mencari ilmu lagi. Sederhana banget kan solusinya? Insya Allah kamu pasti bisa ngejalaninya, asal kamu mau. Yakin deh.
Mengapa dakwah itu wajib?
Jawabnya gini, sebab Islam adalah agama dakwah. Salah satu inti dari ajaran Islam memang perintah kepada umatnya untuk berdakwah, yakni mengajak manusia kepada jalan Allah (tauhid) dengan hikmah (hujjah atau argumen). Kepedulian terhadap dakwah jugalah yang menjadi trademark seorang mukmin. Artinya, orang mukmin yang cuek-bebek sama dakwah berarti bukan mukmin sejati. Bener, lho. Apa iya kamu tega kalo ada teman kamu yang berbuat maksiat kamu diemin aja? Nggak mungkin banget kan kalo ada temen yang sedang berada di bibir jurang dan hampir jatuh, nggak kamu tolongin. Iya nggak sih?
Boys and gals, bahkan Allah memuji aktivitas dakwah ini sebagai aktivitas yang mulia, lho. FirmanNya:
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim” (QS Fushshilat [41]: 33)
Dalam ayat lain Allah memerintahkan kepada kaum muslimin untuk berdakwah. Seperti dalam firmanNya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS an-Nahl [16]: 125)
Menyeru kepada yang ma’ruf (kebaikan) dan mencegah dari perbuatan munkar merupakan identitas seorang muslim. Itu sebabnya, Islam begitu dinamis. Buktinya, mampu mencapai hingga sepertiga dunia. Itu artinya, hampir seluruh penghuni daratan di dunia ini pernah hidup bersama Islam. Kamu tahu, ketika kita belajar ilmu bumi, disebutkan bahwa dunia ini terdiri dari sepertiga daratan dan dua pertiga lautan. Wah, hebat juga ya para pendahulu kita? Betul, sebab mereka memiliki semangat yang tinggi untuk menegakkan kalimat “tauhid” di bumi ini. Sesuai dengan seruan Allah (yang artinya):“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah.”(QS al-Baqarah [2]: 193)
Kini, di jaman yang udah jauh berubah ketimbang di “jaman onta”, arus informasi makin sulit dikontrol. Internet misalnya, telah mampu memberikan nuansa budaya baru. Kecepatan informasi yang disampaikannya ibarat pisau bermata dua. Bisa menguntungkan sekaligus merugikan. Celakanya, ternyata kita kudu ngurut dada lama-lama, bahwa kenyataan yang harus kita hadapi dan rasakan adalah lunturnya nilai-nilai ajaran Islam di kalangan kaum muslimin. Tentu ini akibat informasi rusak yang telah meracuni pikiran dan perasaan kita. Utamanya remaja muslim. Kita bisa saksikan dengan mata kepala sendiri, bahwa banyak teman remaja yang tergoda dengan beragam rayuan maut peradaban Barat seperti seks bebas, narkoba, dan beragam kriminalitas. Walhasil, amburadul deh!
Itu sebabnya, sekarang pun dakwah menjadi sarana sekaligus senjata untuk membendung arus budaya rusak yang akan menggerus kepribadian Islam kita. Kita lawan propaganda mereka dengan proganda kembali. Perang pemikiran dan perang kebudayaan ini hanya bisa dilawan dengan pemikiran dan budaya Islam. Yup, kita memang selalu “ditakdirkan” untuk melawan kebatilan dan kejahatan.
Sobat muda muslim, Islam membutuhkan tenaga, harta, dan bahkan nyawa kita untuk menegakkan agama Allah ini. Dengan aktivitas dakwah yang kita lakukan, maka kerusakan yang tengah berlangsung ini masih mungkin untuk dihentikan, bahkan kita mampu untuk membangun kembali kemuliaan ajaran Islam dan mengokohkannya. Tentu, semua ini bergantung kepada partisipasi kita dalam dakwah ini.
Coba, apa kamu nggak risih dengan maraknya pergaulan bebas di kalangan remaja? Apa kamu nggak merasa was-was dengan tingkat kriminalitas pelajar yang makin tinggi? Apa kamu nggak kesel ngeliat tingkah remaja yang hidupnya nggak dilandasi dengan ajaran Islam? Seharusnya masalah-masalah model beginilah yang menjadi perhatian kita siang dan malam. Beban yang seharusnya bisa mengambil jatah porsi makan kita, beban yang seharusnya menggerogoti waktu istirahat kita, dan beban yang senantiasa membuat pikiran dan perasaan kita nggak tenang kalo belum berbuat untuk menyadarkan kaum muslimin yang lalai.
Untuk ke arah sana, tentu membutuhkan kerjasama yang solid di antara kita. Sebab, kita menyadari bahwa kita bukanlah manusia super yang bisa melakukan aksi menumpas kejahatan hanya dengan seorang diri. Kalo kita ingin cepat membereskan berbagai persoalan tentu butuh kerjasama yang apik, solid dan fokus pada masalah. Pemikiran dan perasaan di antara kita kudu disatukan dengan ikatan akidah Islam yang lurus dan benar. Kita harus satu persepsi, bahwa Islam harus tegak di muka bumi ini. Kita harus memiliki cita-cita, bahwa Islam harus menjadi nomor satu di dunia untuk mengalahkan segala bentuk kekufuran. Itulah di antaranya kenapa kita wajib berdakwah, Bro. Semoga kamu paham.
Dakwah itu tanda cinta
Bro en Sis, seharusnya kita menyambut baik orang-orang yang mau meluangkan waktu dan mengorbankan tenaganya untuk dakwah menyampaikan kebenaran Islam. Sebab, melalui merekalah kita jadi banyak tahu tentang Islam. Kita secara tidak langsung diselamatkan oleh seruan mereka yang awalnya kita rasakan sebagai bentuk ?kecerewetan’ mereka yang berani ngatur-ngatur urusan orang lain. Padahal, justru itu tanda cinta dari sesama kaum muslimin yang nggak ingin melihat saudaranya menderita gara-gara nggak kenal Islam dan nggak taat sama syariatnya.
Rasulullah saw. bersabda: “Perumpamaan keadaan suatu kaum atau masyarakat yang menjaga batasan hukum-hukum Allah (mencegah kemungkaran) adalah ibarat satu rombongan yang naik sebuah kapal. Lalu mereka membagi tempat duduknya masing-masing, ada yang di bagian atas dan sebagian di bagian bawah. Dan bila ada orang yang di bagian bawah akan mengambil air, maka ia harus melewati orang yang duduk di bagian atasnya. Sehingga orang yang di bawah tadi berkata: “Seandainya aku melubangi tempat duduk milikku sendiri (untuk mendapatkan air), tentu aku tidak mengganggu orang lain di atas.” Bila mereka (para penumpang lain) membiarkannya, tentu mereka semua akan binasa.” (HR Bukhari)
Sobat, dakwah adalah darah dan napas kehidupan Islam. Itu sebabnya, kita yang masih remaja pun dituntut untuk mampu tampil sebagai pengemban dakwah yang handal. Kita khawatir banget, seandainya di dunia ini nggak ada orang-orang yang menyerukan dakwah Islam, bagaimana masa depan kehidupan umat manusia nanti? Jangan sampe Islam dan umat ini hanya tinggal “kenangan”. Yuk, kita kaji Islam biar mantap dan semangat mendakwahkannya. [osolihin: sholihin@gmx.net]

3 Syarat Taubat dari Pacaran


Tidak diragukan lagi bahwa taubat sesuatu yang harus bagi pelaku dosa, apalagi dosa tersebut adalah dosa besar. Di antara hal yang membuat dosa bisa menjadi besar adalah jika maksiat di lakukan terus menerus. Contoh di antaranya yang menyebar di kaula muda adalah pacaran. Berpacaran sudah jelas terlarang karena merupakan jalan menuju zina. Karena tidak ada pacaran yang bisa lepas dari jalan  yang haram.
Berbagai Sisi Pacaran itu Terlarang
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’: 32).
Ibnu Katsir berkata mengenai ayat di atas, “Dalam ayat ini Allah melarang hamba-Nya dari zina dan dari hal-hal yang mendekati zina, yaitu segala hal yang menjadi sebab yang bisa mengantarkan pada zina.”
Dan sudah tidak diragukan lagi bahwa pacaran adalah jalan menuju zina. Karena hati bisa tegoda dengan kata-kata cinta. Tangan bisa berbuat nakal dengan menyentuh pasangan yang bukan miliknya yang halal. Pandangan pun tidak bisa ditundukkan. Dan tidak sedikit yang menempuh jalan pacaran yang terjerumus dalam zina. Makanya dapat kita katakan, pacaran itu terlarang karena alasan-alasan ini yang tidak bisa terbantahkan.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925)
Dosa Mengharuskan Taubat
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” (QS. At Tahrim: 8)
Dijelaskan oleh Ibnu Katsir rahimahullah bahwa makna taubat yang tulus (taubatan nashuhah) sebagaimana kata para ulama adalah, “Menghindari dosa untuk saat ini. Menyesali dosa yang telah lalu. Bertekad tidak melakukannya lagi di masa akan datang.”
Jika taubat harus memenuhi tiga syarat tersebut, maka tiga syarat orang yang taubat dari pacaran adalah:
1. Menyesal dan sedih telah berpacaran
2. Putuskan pacar sekarang juga
3. Bertekad tidak mau pacaran lagi dan menempuh jalan yang halal dengan nikah
Ujung Zina adalah Penyesalan
Luqman pernah berkata kepada anaknya,
يا بني، إياك والزنى، فإن أوله مخافة، وآخره ندامة
“Wahai anakku. Hati-hatilah dengan zina. Di awal zina, selalu penuh rasa khawatir. Ujung-ujungnya akan penuh penyesalan. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10: 326)
Memang betul apa yang diutarakan oleh Luqman, seorang yang sholeh. Dan itu sesuai realita. Awal zina dipenuhi rasa khawatir. Coba lihat saja apa yang dilakukan oleh orang yang hendak berzina. Awalnya mereka berusaha tidak terlihat orang lain. Khawatir ada yang melihat perbuatan dosa mereka. Ujung-ujungnya dipenuhi rasa penyesalan. Karena bisa jadi si wanita hamil. Si laki dituntut tanggung jawab. Akhirnya pusing kepayang karena perut si wanita yang makin besar dan sulit ditutupi. Akhirnya yang ada adalah rasa malu. Naik ke pelaminan pun sudah dicap “jelek” karena terpaksa “Married because an accident”.
Semoga Allah mudahkan kita untuk senantiasa berada dalam kebaikan dan menjauhkan kita dari berbagai maksiat.

@ KSU, Riyadh, KSA, 28 Jumadats Tsaniyah 1433 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Ta’aruf Syar’i Solusi Pengganti Pacaran


penulis Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Al-Makassari
Syariah Problema Anda 14 - April - 2007 03:12:47
Pertanyaan:
1. Apabila seorang muslim ingin menikah bagaimana syariat mengatur cara mengenal seorang muslimah sementara pacaran terlarang dlm Islam?
2. Bagaimana hukum berkunjung ke rumah akhwat yg hendak dinikahi dgn tujuan utk saling mengenal karakter dan sifat masing-masing?
3. Bagaimana hukum seorang ikhwan mengungkapkan perasaan kepada akhwat calon istrinya?
Dijawab oleh Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Al-Makassari:
بِسْمِ اللهِ، الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ
Benar sekali pernyataan anda bahwa pacaran adl haram dlm Islam. Pacaran adl budaya dan peradaban jahiliah yg dilestarikan oleh orang2 kafir negeri Barat dan lain kemudian diikuti oleh sebagian umat Islam dgn dalih mengikuti perkembangan jaman dan sebagai cara utk mencari dan memilih pasangan hidup. Syariat Islam yg agung ini datang dari Rabb semesta alam Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana dgn tujuan utk membimbing manusia meraih maslahat-maslahat kehidupan dan menjauhkan mereka dari mafsadah-mafsadah yg akan merusak dan menghancurkan kehidupan mereka sendiri.
Ikhtilath pergaulan bebas dan pacaran adl fitnah dan mafsadah bagi umat manusia secara umum dan umat Islam secara khusus mk perkara tersebut tdk bisa ditolerir. Bukankah kehancuran Bani Israil –bangsa yg terlaknat– berawal dari fitnah wanita? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لُعِنَ الَّذِيْنَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيْلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيْسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُوْنَ. كَانُوا لاَ يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوْهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُوْنَ
“Telah terlaknat orang2 kafir dari kalangan Bani Israil melalui lisan Nabi Dawud dan Nabi ‘Isa bin Maryam. Hal itu dikarenakan mereka bermaksiat dan melampaui batas. Adalah mereka tdk saling melarang dari kemungkaran yg mereka lakukan. Sangatlah jelek apa yg mereka lakukan.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ، وَإِنَّ اللهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيْهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُوْنَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيْلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ
“Sesungguh dunia itu manis dan hijau dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kalian sebagai khalifah di atas kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memerhatikan amalan kalian. mk berhati-hatilah kalian terhadap dunia dan wanita krn sesungguh awal fitnah Bani Israil dari kaum wanita.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memperingatkan umat utk berhati-hati dari fitnah wanita dgn sabda beliau:
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلىَ الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
“Tidaklah aku meninggalkan fitnah sepeninggalku yg lbh berbahaya terhadap kaum lelaki dari fitnah wanita.”
Maka pacaran berarti menjerumuskan diri dlm fitnah yg menghancurkan dan menghinakan padahal semesti tiap orang memelihara dan menjauhkan diri darinya. Hal itu krn dlm pacaran terdapat berbagai kemungkaran dan pelanggaran syariat sebagai berikut:
1. Ikhtilath yaitu bercampur baur antara lelaki dan wanita yg bukan mahram. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjauhkan umat dari ikhtilath sekalipun dlm pelaksanaan shalat. Kaum wanita yg hadir pada shalat berjamaah di Masjid Nabawi ditempatkan di bagian belakang masjid. Dan seusai shalat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiam sejenak tdk bergeser dari tempat agar kaum lelaki tetap di tempat dan tdk beranjak meninggalkan masjid utk memberi kesempatan jamaah wanita meninggalkan masjid terlebih dahulu sehingga tdk berpapasan dgn jamaah lelaki. Hal ini ditunjukkan oleh hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha dlm Shahih Al-Bukhari. Begitu pula pada hari Ied kaum wanita disunnahkan utk keluar ke mushalla menghadiri shalat Ied namun mereka ditempatkan di mushalla bagian belakang jauh dari shaf kaum lelaki. Sehingga ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam usai menyampaikan khutbah beliau perlu mendatangi shaf mereka utk memberikan khutbah khusus krn mereka tdk mendengar khutbah tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu dlm Shahih Muslim.
Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ صُفُوْفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرِهَا، وَخَيْرُ صُفُوْفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
“Sebaik-baik shaf lelaki adl shaf terdepan dan sejelek-jelek adl shaf terakhir. Dan sebaik-baik shaf wanita adl shaf terakhir dan sejelek-jelek adl shaf terdepan.”
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Hal itu dikarenakan dekat shaf terdepan wanita dari shaf terakhir lelaki sehingga merupakan shaf terjelek dan jauh shaf terakhir wanita dari shaf terdepan lelaki sehingga merupakan shaf terbaik. Apabila pada ibadah shalat yg disyariatkan secara berjamaah mk bagaimana kira jika di luar ibadah? Kita mengetahui bersama dlm keadaan dan suasana ibadah tentu seseorang lbh jauh dari perkara-perkara yg berhubungan dgn syahwat. mk bagaimana sekira ikhtilath itu terjadi di luar ibadah? Sedangkan setan bergerak dlm tubuh Bani Adam begitu cepat mengikuti peredaran darah . Bukankah sangat ditakutkan terjadi fitnah dan kerusakan besar karenanya?”
Subhanallah. Padahal wanita para shahabat keluar menghadiri shalat dlm keadaan berhijab syar’i dgn menutup seluruh tubuh –karena seluruh tubuh wanita adl aurat– sesuai perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dlm surat Al-Ahzab ayat 59 dan An-Nur ayat 31 tanpa melakukan tabarruj krn Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang mereka melakukan hal itu dlm surat Al-Ahzab ayat 33 juga tanpa memakai wewangian berdasarkan larangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dlm hadits Abu Hurairah yg diriwayatkan Ahmad Abu Dawud dan yg lain :
وَلْيَخْرُجْنَ وَهُنَّ تَفِلاَتٌ
“Hendaklah mereka keluar tanpa memakai wewangian.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang siapa saja dari mereka yg berbau harum krn terkena bakhur utk untuk hadir shalat berjamaah sebagaimana dlm Shahih Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dlm surat Al-Ahzab ayat 53:
وَإِذَا سَأَلْتُمُوْهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوْهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوْبِكُمْ وَقُلُوْبِهِنَّ
“Dan jika kalian meminta suatu hajat kepada mereka mk mintalah dari balik hijab. Hal itu lbh bersih bagi kalbu kalian dan kalbu mereka.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan mereka berinteraksi sesuai tuntutan hajat dari balik hijab dan tdk boleh masuk menemui mereka secara langsung. Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata: “Maka tdk dibenarkan seseorang mengatakan bahwa lbh bersih dan lbh suci bagi para shahabat dan istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan bagi generasi-generasi setelah tidaklah demikian. Tidak diragukan lagi bahwa generasi-generasi setelah shahabat justru lbh butuh terhadap hijab dibandingkan para shahabat krn perbedaan yg sangat jauh antara mereka dlm hal kekuatan iman dan ilmu. Juga krn persaksian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap para shahabat baik lelaki maupun wanita termasuk istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri bahwa mereka adl generasi terbaik setelah para nabi dan rasul sebagaimana diriwayatkan dlm Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim. Demikian pula dalil-dalil Al-Qur`an dan As-Sunnah menunjukkan berlaku suatu hukum secara umum meliputi seluruh umat dan tdk boleh mengkhususkan utk pihak tertentu saja tanpa dalil.”
Pada saat yg sama ikhtilath itu sendiri menjadi sebab yg menjerumuskan mereka utk berpacaran sebagaimana fakta yg kita saksikan berupa akibat ikhtilath yg terjadi di sekolah instansi-instansi pemerintah dan swasta atau tempat-tempat yg lainnya. Wa ilallahil musytaka
2. Khalwat yaitu berduaan lelaki dan wanita tanpa mahram. Padahal Rasululllah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِيَّاكُمْ وَالدُّخُوْلَ عَلىَ النِّسَاءِ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ اْلأَنْصَارِ: أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ؟ قَالَ: الْحَمْوُ الْمَوْتُ
“Hati-hatilah kalian dari masuk menemui wanita.” Seorang lelaki dari kalangan Anshar berkata: “Bagaimana pendapatmu dgn kerabat suami? ” mk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Mereka adl kebinasaan.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
لاَ يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ
“Jangan sekali-kali salah seorang kalian berkhalwat dgn wanita kecuali bersama mahram.”
Hal itu krn tidaklah terjadi khalwat kecuali setan bersama kedua sebagai pihak ketiga sebagaimana dlm hadits Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلاَ يَخْلُوَنَّ بِامْرَأَةٍ لَيْسَ مَعَهَا ذُوْ مَحْرَمٍ مِنْهَا فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir mk jangan sekali-kali dia berkhalwat dgn seorang wanita tanpa disertai mahram krn setan akan menyertai keduanya.”
3. Berbagai bentuk perzinaan anggota tubuh yg disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dlm hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
كُتِبَ عَلىَ ابْنِ آدَمَ نَصِيْبُهُ مِنَ الزِّنَا مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ: الْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَاْلأُذُنَانِ زِنَاهُمَا اْلاِسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ، وَالْيَدُ زِنَاهُ الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهُ الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ أَوْ يُكَذِّبُهُ
“Telah ditulis bagi tiap Bani Adam bagian dari zina pasti dia akan melakukan kedua mata zina adl memandang kedua telinga zina adl mendengar lidah zina adl berbicara tangan zina adl memegang kaki zina adl melangkah sementara kalbu berkeinginan dan berangan-angan mk kemaluan lah yg membenarkan atau mendustakan.”
Hadits ini menunjukkan bahwa memandang wanita yg tdk halal utk dipandang meskipun tanpa syahwat adl zina mata . Mendengar ucapan wanita dlm bentuk meni’mati adl zina telinga. Berbicara dgn wanita dlm bentuk meni’mati atau menggoda dan merayu adl zina lisan. Menyentuh wanita yg tdk dihalalkan utk disentuh baik dgn memegang atau yg lain adl zina tangan. Mengayunkan langkah menuju wanita yg menarik hati atau menuju tempat perzinaan adl zina kaki. Sementara kalbu berkeinginan dan mengangan-angankan wanita yg memikat mk itulah zina kalbu. Kemudian boleh jadi kemaluan mengikuti dgn melakukan perzinaan yg berarti kemaluan telah membenarkan; atau dia selamat dari zina kemaluan yg berarti kemaluan telah mendustakan.
Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيْلاً
“Dan janganlah kalian mendekati perbuatan zina sesungguh itu adl perbuatan nista dan sejelek-jelek jalan.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حِدِيْدٍ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لاَ تَحِلُّ لَهُ
“Demi Allah sungguh jika kepala salah seorang dari kalian ditusuk dgn jarum dari besi mk itu lbh baik dari menyentuh wanita yg tdk halal baginya.”
Meskipun sentuhan itu hanya sebatas berjabat tangan mk tetap tdk boleh. Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:
وَلاَ وَاللهِ مَا مَسَّتْ يَدُ رَسُوْلِ اللهِ يَدَ امْرَأَةٍ قَطُّ غَيْرَ أَنَّهُ يُبَايِعُهُنَّ بِالْكَلاَمِ
“Tidak. Demi Allah tdk pernah sama sekali tangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyentuh tangan wanita melainkan beliau membai’at mereka dgn ucapan .”
Demikian pula dgn pandangan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman dlm surat An-Nur ayat 31-30:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوْجَهُمْ – إِلَى قَوْلِهِ تَعَلَى – وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ ..
“Katakan kepada kaum mukminin hendaklah mereka menjaga pandangan serta kemaluan mereka –hingga firman-Nya- Dan katakan pula kepada kaum mukminat hendaklah mereka menjaga pandangan serta kemaluan mereka .”
Dalam Shahih Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma dia berkata:
سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نَظْرِ الْفَجْأَةِ؟ فَقَالَ: اصْرِفْ بَصَرَكَ
“Aku berta kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yg tiba-tiba ? mk beliau bersabda: ‘Palingkan pandanganmu’.”
Adapun suara dan ucapan wanita pada asal bukanlah aurat yg terlarang. Namun tdk boleh bagi seorang wanita bersuara dan berbicara lbh dari tuntutan hajat dan tdk boleh melembutkan suara. Demikian juga dgn isi pembicaraan tdk boleh berupa perkara-perkara yg membangkitkan syahwat dan mengundang fitnah. Karena bila demikian mk suara dan ucapan menjadi aurat dan fitnah yg terlarang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَعْرُوْفًا
“Maka janganlah kalian berbicara dgn suara yg lembut sehingga lelaki yg memiliki penyakit dlm kalbu menjadi tergoda dan ucapkanlah perkataan yg ma’ruf .”
Adalah para wanita datang menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan di sekitar beliau hadir para shahabat lalu wanita itu berbicara kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan kepentingan dan para shahabat ikut mendengarkan. Tapi mereka tdk berbicara lbh dari tuntutan hajat dan tanpa melembutkan suara.
Dengan demikian jelaslah bahwa pacaran bukanlah alternatif yg ditolerir dlm Islam utk mencari dan memilih pasangan hidup. Menjadi jelas pula bahwa tdk boleh mengungkapkan perasaan sayang atau cinta kepada calon istri selama belum resmi menjadi istri. Baik ungkapan itu secara langsung atau lewat telepon ataupun melalui surat. Karena saling mengungkapkan perasaan cinta dan sayang adl hubungan asmara yg mengandung makna pacaran yg akan menyeret ke dlm fitnah. Demikian pula hal berkunjung ke rumah calon istri atau wanita yg ingin dilamar dan bergaul dengan dlm rangka saling mengenal karakter dan sifat masing-masing krn perbuatan seperti ini juga mengandung makna pacaran yg akan menyeret ke dlm fitnah. Wallahul musta’an .
Adapun cara yg ditunjukkan oleh syariat utk mengenal wanita yg hendak dilamar adl dgn mencari keterangan tentang yg bersangkutan melalui seseorang yg mengenal baik tentang biografi karakter sifat atau hal lain yg dibutuhkan utk diketahui demi maslahat pernikahan. Bisa pula dgn cara meminta keterangan kepada wanita itu sendiri melalui perantaraan seseorang seperti istri teman atau yg lainnya. Dan pihak yg dimintai keterangan berkewajiban utk menjawab seobyektif mungkin meskipun harus membuka aib wanita tersebut krn ini bukan termasuk dlm kategori ghibah yg tercela. Hal ini termasuk dari enam perkara yg dikecualikan dari ghibah meskipun menyebutkan aib seseorang. Demikian pula sebalik dgn pihak wanita yg berkepentingan utk mengenal lelaki yg berhasrat utk meminang dapat menempuh cara yg sama.
Dalil yg menunjukkan hal ini adl hadits Fathimah bintu Qais ketika dilamar oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Abu Jahm lalu dia minta nasehat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mk beliau bersabda:
أَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَلاَ يَضَعُ عَصَاهُ عَنْ عَاتِقِهِ، وَأَمَّا مُعَاوِيَةُ فَصُعْلُوْكٌ لاَ مَالَ لَهُ، انْكِحِي أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ
“Adapun Abu Jahm mk dia adl lelaki yg tdk pernah meletakkan tongkat dari pundak . Adapun Mu’awiyah dia adl lelaki miskin yg tdk memiliki harta. Menikahlah dgn Usamah bin Zaid.”
Para ulama juga menyatakan boleh berbicara secara langsung dgn calon istri yg dilamar sesuai dgn tuntunan hajat dan maslahat. Akan tetapi tentu tanpa khalwat dan dari balik hijab. Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dlm Asy-Syarhul Mumti’ berkata: “Boleh berbicara dgn calon istri yg dilamar wajib dibatasi dgn syarat tdk membangkitkan syahwat atau tanpa disertai dgn meni’mati percakapan tersebut. Jika hal itu terjadi mk hukum haram krn tiap orang wajib menghindar dan menjauh dari fitnah.”
Perkara ini diistilahkan dgn ta’aruf. Adapun terkait dgn hal-hal yg lbh spesifik yaitu organ tubuh mk cara yg diajarkan adl dgn melakukan nazhor yaitu melihat wanita yg hendak dilamar. Nazhor memiliki aturan-aturan dan persyaratan-persyaratan yg membutuhkan pembahasan khusus .
Wallahu a’lam.
Sumber: www.asysyariah.com

Rayuan Setan Dalam Pacaran

Para pembaca yang budiman, ketika seseorang beranjak dewasa, muncullah benih di dalam jiwa untuk mencintai lawan jenisnya. Ini merupakan fitrah (insting) yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan terhadap perkara yang dinginkannya berupa wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenagan hidup di dunia. Dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik.” (QS. Ali Imran: 14)

Adab Bergaul Antara Lawan Jenis
Islam adalah agama yang sempurna, di dalamnya diatur seluk-beluk kehidupan manusia, bagaimana pergaulan antara lawan jenis. Di antara adab bergaul antara lawan jenis sebagaimana yang telah diajarkan oleh agama kita adalah:

1. Menundukkan pandangan terhadap lawan jenis
Allah berfirman yang artinya, “Katakanlah kepada laki-laki beriman: Hendahlah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. an-Nur: 30). Allah juga berfirman yang artinya,”Dan katakalah kepada wanita beriman: Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. an-Nur: 31)

2. Tidak berdua-duaan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan (kholwat) dengan wanita kecuali bersama mahromnya.” (HR. Bukhari & Muslim)

3. Tidak menyentuh lawan jenis
Di dalam sebuah hadits, Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat (janji setia kepada pemimpin).” (HR. Bukhari). Hal ini karena menyentuh lawan jenis yang bukan mahromnya merupakan salah satu perkara yang diharamkan di dalam Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani dengan sanad hasan)

Jika memandang saja terlarang, tentu bersentuhan lebih terlarang karena godaannya tentu jauh lebih besar.

Salah Kaprah Dalam Bercinta
Tatkala adab-adab bergaul antara lawan jenis mulai pudar, luapan cinta yang bergolak dalam hati manusia pun menjadi tidak terkontrol lagi. Akhirnya, setan berhasil menjerat para remaja dalam ikatan maut yang dikenal dengan “pacaran“. Allah telah mengharamkan berbagai aktifitas yang dapat mengantarkan ke dalam perzinaan. Sebagaimana Allah berfirman yang artinya, “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesugguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. al-Isra’: 32). Lalu pintu apakah yang paling lebar dan paling dekat dengan ruang perzinaan melebihi pintu pacaran?!!

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah menetapkan untuk anak adam bagiannya dari zina, yang pasti akan mengenainya. Zina mata adalah dengan memandang, zina lisan adalah dengan berbicara, sedangkan jiwa berkeinginan dan berangan-angan, lalu farji (kemaluan) yang akan membenarkan atau mendustakannya.” (HR. Bukhari & Muslim). Kalaulah kita ibaratkan zina adalah sebuah ruangan yang memiliki banyak pintu yang berlapis-lapis, maka orang yang berpacaran adalah orang yang telah memiliki semua kuncinya. Kapan saja ia bisa masuk. Bukankah saat berpacaran ia tidak lepas dari zina mata dengan bebas memandang? Bukankah dengan pacaran ia sering melembut-lembutkan suara di hadapan pacarnya? Bukankah orang yang berpacaran senantiasa memikirkan dan membayangkan keadaan pacarnya? Maka farjinya pun akan segera mengikutinya. Akhirnya penyesalan tinggallah penyesalan. Waktu tidaklah bisa dirayu untuk bisa kembali sehingga dirinya menjadi sosok yang masih suci dan belum ternodai. Setan pun bergembira atas keberhasilan usahanya….

Iblis, Sang Penyesat Ulung
Tentunya akan sulit bagi Iblis dan bala tentaranya untuk menggelincirkan sebagian orang sampai terjatuh ke dalam jurang pacaran gaya cipika-cipiki atau yang semodel dengan itu. Akan tetapi yang perlu kita ingat, bahwasanya Iblis telah bersumpah di hadapan Allah untuk menyesatkan semua manusia. Iblis berkata, “Demi kekuasaan-Mu, aku akan menyesatkan mereka semuanya.” (QS. Shaad: 82). Termasuk di antara alat yang digunakan Iblis untuk menyesatkan manusia adalah wanita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah (ujian) yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada wanita.” (HR. Bukhari & Muslim). Kalaulah Iblis tidak berhasil merusak agama seseorang dengan menjerumuskan mereka ke dalam gaya pacaran cipika-cipiki, mungkin cukuplah bagi Iblis untuk bisa tertawa dengan membuat mereka berpacaran lewat telepon, SMS atau yang lainnya. Yang cukup menyedihkan, terkadang gaya pacaran seperti ini dibungkus dengan agama seperti dengan pura-pura bertanya tentang masalah agama kepada lawan jenisnya, miss called atau SMS pacarnya untuk bangun shalat tahajud dan lain-lain.

Ringkasnya sms-an dengan lawan jenis, bukan saudara dan bukan karena kebutuhan mendesak adalah haram dengan beberapa alasan: (a) ini adalah semi berdua-duaan, (b) buang-buang pulsa, dan (c) ini adalah jalan menuju perkara yang haram. Mudah-mudahan Allah memudahkan kita semua untuk menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya.

***

Penulis: Ibnu Sutopo Yuono
Artikel www.muslim.or.id

Monday, October 1, 2012

Kiat Menjadi Unggul


1. PERCAYA DIRI
Bagi orang yang ingin memacu percepatan dirinya, maka tidak bisa tidak waktu adalah kuncinya. Sebab sesungguhnya waktu adalah hidup kita. Orang bodoh adalah orang yang diberi modal hidup berupa waktu kemudian ia sia-siakan. Ada tiga kelompok orang yang menggunakan waktu, yaitu : Orang sukses, yaitu orang yang menggunakan waktu dengan optimal, salah satu cirinya adalah ia melakukan sesuatu hal yang tidak di minati oleh orang gagal.Orang malang, yaitu orang yang hari-harinya diisi dengan kekecewaan dan selalu memulai sesuatu pada keesokan harinya.Orang hebat, yaitu orang yang bersedia melakukan sesuatu sekarang juga. Bagi orang hebat tidak ada hari esok, dia berkata bahwa membuang waktu bukan saja kejahatan, tetapi suatu pembunuhan yang kejam.Karena mengetahui dan menyadari akan pentingnya waktu berarti memahami pula nilai hidup dan kehidupan ini. Oleh karena itu, yang pertama dan utama yang harus dilakukan untuk menjadi pribadi unggul adalah pantang menyia-nyiakan waktu. Kita tidak boleh melakukan sesuatu dengan sia-sia, sebab semua yang dilakukan sangat pasti memakan waktu, sedangkan waktu itu sangat berharga. Tidak mungkin kita melakukan yang sia-sia (mubadzir), bukankah perbuatan mubadzir itu adalah perbuatan syetan, Alloh SWT berfirman : "sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syetan, dan syetan itu sangat ingkar pada Tuhan-Nya". (QS. Al Israa (17:27)

Lihatlah hidup keseharian kita, seringkali secara sadar atau tidak telah melalaikan waktu. Anehnya tidak jarang setengah mati kita menjaga harta kita supaya tidak hilang dicuri orang, tapi jarang menjaga waktu agar tidak dicuri dengan hal-hal yang sia-sia. Berapa banyak kita ngobrol sia-sia yang berarti dia telah mencuri waktu kita. Berapa banya waktu kita untuk nonton TV yang tidak semua acaranya mendidik kita agar lebih berhasil guna dan berdaya guna, dan TV telah mencuri waktu kita. Maka mulai sekarang pantanglah kita menyia-nyiakan waktu tanpa faedah. Alloh berfirman: "Sesungguhnya berintunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang yang khusu dalam sholatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna". Artinya sholat yang terpelihara mutunya, khusu namanya, yang dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar menjaga kualitas mutu sholatnya, itulah yang beruntung.Jadi pastikan waktu yang digunakan hanya diisi untuk memacu dan menempa kemampuan diri. Artinya setiap jam, setiap hari, setiap minggu yang kita lalui harus selalu benar-benar full manfaat dan lebih yang orang lain lakukan.

2.SISTEM YANG KONDUSIF
Sistem yang kita masuki itu akan sangat mempengaruhi percepatan diri kita, salah dalam memilih sistem, memilih lingkungan maka akibatnyapun akan segera kita rasakan. Maka barang siapa ingin memiliki percepatan diri yang baik untuk menjadi unggul, maka harus bisa mencari sistem dan lingkungan atau teman-teman yang berkualitas. Sistem yang memiliki keunggulan dari standar biasa, lingkungan yang memuliakan perilaku yang terjaga, teman yang memiliki kehalusan budi pekerti yang tinggi. Apa bila kita memasuki dalam sistem seperti ini, maka imbasnya pada diri kita jua. Percepatan kita akan terkontrol untuk menjadi unggul dan bermutu. Lembaga atau organisasi yang memiliki sistem yang unggul, banyak yang telah membuktikan dirinya tampil dalam kehidupan bermasyarakat lebih maju dan lebih bermutu.
Maka kalau ingin memiliki pribadi yang unggul, tangguh dan prestatif, pastikan untuk tidak salah dalam memilih pergaulan. Sebab salah dalam memilih pergaulan lingkungan, salah dalam memilih sistem, berarti telah salah dalam memilih kesuksesan. Ingatlah pepatah "Bergaul dengan tukang minyak wangi akan kebawa wangi, bergaul dengan pandai besi akan kebawa bau bakaran".

3. BERDAYA SAING POSITIF
Dalam setiap kesempatan dan lingkungan, kita harus memiliki naluri berdaya saing positif. Kalau tidak, pasti kita akan berat menghadapi hidup ini. Majalah "Panji" pernah memberitakan bahwa beberapa tahun lagi Universitas-Universitas luar negri, seperti Oxford, Harvard, UCLA, Stanford dan Universitas beken lainya, akan masuk ke Indonesia. Kenyataan ini akan membuat miris beberapa perguruan tinggi. Sikap ini nampaknya dipicu oleh kenyataan adanya kesenjangan kualitas Perguruan Tinggi dalam negri dan Perguruan Tinggi luar negri.

Bagi Perguruan Tinggi yang tidak memiliki mental berdaya saing positif, akan membuat mereka panik, kalang kabut karena takut kesaingan. Melihat kenyataan yang sama atau lebih darinya, maka akan dianggap sebuah ancaman yang seolah-olah akan menghancurkanya.Namun bagi yang memiliki mental bersaing yang positif, hal itu justru akan di tanggapi dengan senang hati, seolah-olah dia mendapatkan sparing partner yang akan memacunya lebih berkualitas lagi. Sebab mereka yang tidak diberi pesaing, kadang-kadang tidak membuat mereka maju.

Pepatah mengatakan bahwa "lebih baik menjadi juara dua di antara juara umum, dari pada jadi juara satu dari yang lemah, atau juara utama dari yang bodoh". Karena yang terpenting bukan jadi juaranya, tapi bagai mana caranya kita memompa kemampuan optimal dalam menjalani kehidupan. Lebih baik juara dua di antara juara dari pada juara umum di antara yang kalah. Sahabat-sahabat sekalian, kita janganlah sebel jika melihat orang lain lebih baik dari kita, karena orang-orang yang suka iri hati, sebel dongkol kepada prestasi orang lain, biasanya tidak akan unggul. Berani bersaing secara sehat dan positif adalah kunci menuju gerbang kesuksesan.

4. MAMPU BERSINERGI (BERJAMAAH).
Steven R. Covey, mencantumkan sinergi sebagai salah satu dari tujuh kebiasaan yang efektif. Dalam bersinergi atau berjamaah akan tercermin perbedaan nilai tiap individu, yang kalau kita mampu mengelolanya akan melahirkan team work yang solid, dimana nilai hasilnya akan jauh lebih besar, lebih dahsyat atau lebih unggul dibandingkan kalau dilakukan sendiri-sendiri. Makin besar kekuatan sinerginya dalam setiap kali berinteraksi dengan yang lain, maka akan semakin besar pula kemampuan yang di hasilkan , itulah diantara kunci menjadi unggul. Jadi kalau ingin menjadi unggul, nikmati hidup berjamaah, karena seorang yang pintar jika bertemu orang yang pintar akan bertambah pintar. Untuk itu berjamaahlah, tapi berjamaah yang positif, karena berjamaah itu ada kalanya saling melemahkan dan saling melumpuhkan. Maka, lakukanlah branchmarking (studi banding) ke institusi lain sebagai perbandingan, dan ini sangat penting. Hal ini agar pemikiran kita terus berkembang tidak mandek atau di situ-situ terus.. Oleh karena itu jangan pernah meremehkan orang lain, setiap bertemu orang harus jadi sarana perubahan dan penambahan wawasan kita. Jangan merasa pintar sendiri, merasa yang terbaik, yang terbagus, maka sebenarnya kita telah menjadi yang terbloon.

5. MANAJEMEN KALBU
Tidak bisa tidak, bagi pribadi yang ingin unggul dan prestatif maka dia harus mampu mengendalikan suasana hatinya, karena orang itu tergantung suasana hatinya. Kalau hatinya merasa gembira, maka dia gembira. Kalau hatinya sedang sedih maka sedih pula dirinya, kalau hatinya lagi dongkol, ngambek , maka seperti itulah dirinya. Semua tergantung pada suasana hatinya, maka bagi orang yang tidak mampu mengendalikan/mengelola hatinya akan merasa repot dalam menghadapi hidup ini. Rosululloh SAW bersabda "ingatlah dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Kalau segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya, tetapi bila rusak, niscaya akan rusak pula seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu bernama hati",(HR. Bukhari – Muslim).

Oleh : K.H. ABDULLAH GYMNASTIAR

Mencari Cinta Sejati


1. Pendahuluan
Cinta adalah satu kata yang tidak asing lagi di telinga kita. Apalagi di kalangan remaja, karena sudah menjadi anggapan umum bahwa cinta identik dengan ungkapan rasa sepasang sejoli yang dimabuk asmara. Ada yang mengatakan cinta itu suci, cinta itu agung, cinta itu indah dan saking indahnya tak bisa diungkapkan dengan kata-kata, hanya bisa dirasakan dll. Bahkan Jalaludin Rumi menggambarkan saking indahnya cinta, setan pun berubah menjadi bidadari. Yang jelas karena cinta, banyak orang yang merasa bahagia namun sebaliknya karena cinta banyak pula orang yang dibuat tersiksa dan merana. Cinta dapat membuat seseorang menjadi sangat mulia, dan cinta pula yang menjadikan seseorang menjadi sangat tercela.
Kita tahu bagaimana kecintaan Khadijah ra kepada Rasulullah saw yang rela mengorbankan apa saja yang dimilikinya dengan perasaan bahagia demi perjuangan sang kekasih yang menjadikannya mulia. Sebaliknya ada pemudi yang mengorbankan kehormatannya demi untuk menyenangkan sang kekasih yang dia lakukan atas nama cinta. Atau ada remaja yang menghabiskan nyawanya dengan baygon hanya karena cinta. Cinta yang demikian yang membawanya kepada kehinaan.
Lalu, apa sebenarnya makna daripada cinta? Benarkah cinta hanyalah sepenggal kata namun mengandung sejuta makna? Atau pendapat para filosof bahwa makna cinta tergantung siapa yang memandang? Rupanya tepat seperti uangkapan Ibnu Qayyim Al Jauziah tentang cinta, bahwasanya, “Tidak ada batasan tentang cinta yang lebih jelas daripada kata cinta itu sendiri.”
Ada pun kata cinta itu sendiri secara bahasa adalah kecenderungan atau keberpihakan. Bertolak dari sini cinta dapat didefinisikan sebagai sebuah gejolak jiwa dimana hati mempunyai kecenderungan yang kuat terhadap apa yang disenanginya sehingga membuat untuk tetap mengangankannya, menyebut namanya, rela berkorban atasnya dan menerima dengan segenap hati apa adanya dari yang dicintainya serasa kurang sekalipun, dan ia tumpahkan dengan kata-kata dan perbuatan.

2. Pandangan Islam terhadap Cinta
Cinta dalam pandangan Islam adalah suatu hal yang sakral. Islam adalah agama fitrah, sedang cinta itu sendiri adalah fitrah kemanusiaan. Allah telah menanamkan perasaan cinta yang tumbuh di hati manusia. Islam tidak pula melarang seseorang untuk dicintai dan mencintai, bahkan Rasulullan menganjurkan agar cinta tersebut diutarakan.
“Apabila seseorang mencintai saudaranya maka hendaklah ia memberitahu bahwa ia mencintainya.” (HR Abu Daud dan At-Tirmidzy).
Seorang muslim dan muslimah tidak dilarang untuk saling mencintai, bahkan dianjurkan agar mendapat keutamaan-keutamaan. Islam tidak membelenggu cinta, karena itu Islam menyediakan penyaluran untuk itu (misalnya lembaga pernikahan) dimana sepasang manusia diberikan kebebasan untuk bercinta.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia menciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu rasa cinta dan kasih sayang,…”(Ar-Ruum: 21)
Ayat di atas merupakan jaminan bahwa cinta dan kasih sayang akan Allah tumbuhkan dalam hati pasangan yang bersatu karena Allah (setelah menikah). Jadi tak perlu menunggu “jatuh cinta dulu” baru berani menikah, atau pacaran dulu baru menikah sehingga yang menyatukan adalah si syetan durjana (na’udzubillahi min zalik). Jadi Islam jelas memberikan batasan-batasan, sehingga nantinya tidak timbul fenomena kerusakan pergaulan di masyarakat.
Dalam Islam ada peringkat-peringkat cinta, siapa yang harus didahulukan/ diutamakan dan siapa/apa yang harus diakhirkan. Tidak boleh kita menyetarakan semuanya.
“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; Mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang beriman amat sangat cintanya kepada Allah…” (Al-Baqarah: 165)
Menurut Syaikh Ibnul Qayyim, seorang ulama di abad ke-7, ada enam peringkat cinta (maratibul-mahabah), yaitu:
Peringkat ke-1 dan yang paling tinggi/paling agung adalah tatayyum, yang merupakan hak Allah semata.
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Rabbul ‘alamiin.”
“Dan orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah (S.2: 165)
Jadi ungkapan-ungkapan seperti: “Kau selalu di hatiku, bersemi di dalam qalbu” atau “Kusebutkan namamu di setiap detak jantungku,” “Cintaku hanya untukmu,” dll selayaknya ditujukan kepada Allah. Karena Dialah yang memberikan kita segala nikmat/kebaikan sejak kita dilahirkan, bahkan sejak dalam rahim ibu… Jangan terbalik, baru dikasih secuil cinta dan kenikmatan sama si ‘do’i’ kita sudah mau menyerahkan jiwa raga kepadanya yang merupakan hak Allah. Lupa kepada Pemberi Nikmat, “Maka nikmat apa saja yang ada pada kalian, maka itu semua dari Allah (S. 2: 165).
Peringkat ke-2; ‘isyk yang hanya merupakan hak Rasulullah saw. Cinta yang melahirkan sikap hormat, patuh, ingin selalu membelanya, ingin mengikutinya, mencontohnya, dll, namun bukan untuk menghambakan diri kepadanya.
“Katakanlah jika kalian cinta kepada Allah, maka ikutilah aku (Nabi saw) maka Allah mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (Ali Imran: 31)
Peringkat ke-3; syauq yaitu cinta antara mukmin dengan mukmin lainnya. Antara suami istri, antar orang tua dan anak, yang membuahkan rasa mawaddah wa rahmah.
Peringkat ke-4; shababah yaitu cinta sesama muslim yang melahirkan ukhuwah Islamiyah.
Peringkat ke-5; ‘ithf (simpati) yang ditujukan kepada sesama manusia. Rasa simpati ini melahirkan kecenderungan untuk menyelamatkan manusia, berdakwah, dll.
Peringkat ke-6 adalah cinta yang paling rendah dan sederhana, yaitu cinta/keinginan kepada selain manusia: harta benda. Namun keinginan ini sebatas intifa’ (pendayagunaan/pemanfaatan).

3. Hubungan Cinta dan Keimanan
Dalam Islam cinta dan keimanan adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan. Cinta yang dilandasi iman akan membawa seseorang kepada kemuliaan sebaliknya cinta yang tidak dilandasi iman akan menjatuhkan seseorang ke jurang kehinaan. Cinta dan keimanan laksana dua sayap burung. Al Ustadz Imam Hasan Al Banna mengatakan bahwa “dengan dua sayap inilah Islam diterbangkan setinggi-tingginya ke langit kemuliaan.” Bagaimana tidak, jikalau iman tanpa cinta akan pincang, dan cinta tanpa iman akan jatuh ke jurang kehinaan. Selain itu iman tidak akan terasa lezat tanpa cinta dan sebaliknya cinta pun tak lezat tanpa iman.
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah ra, dari Nabi saw:
“Barang siapa ingin memperoleh kelezatan iman, hendaklah ia mencintai seseorang hanya karena Allah swt.” (riwayat Imam Ahmad, dari Abu Hurairah).
Tidak heran ketika ‘Uqbah bin Al Harits telah bercerai dnegan istri yang sangat dicintainya Ummu Yahya, atas persetujuan Rasulullah saw hanya karena pengakuan seorang wanita tua bahwa ia telah menyusukan pasangan suami istri itu di saat mereka masih bayi. Allah mengharamkan pernikahan saudara sesusuan. Demikian pula kecintaan Abdullah bin Abu Bakar kepada istrinya, yang terkenal kecantikannya, keluhuran budinya dan keagungan akhlaknya. Ketika ayahnya mengamati bahwa kecintaannya tersebut telah melalaikan Abdullah dalam berjihad di jalan Allah dan memerintahkan untuk menceraikan istrinya tsb. Pemuda Abdullah memandang perintah tsb dengan kaca mata iman, sehingga dia rela menceraikan belahan jiwanya tsb demi mempererat kembali cintanya kepada Allah.
Subhanallah, pasangan tsb telah bersatu karena Allah, saling mencinta karena Allah, bahkan telah bercinta karena Allah, namun mereka juga rela berpisah karena Allah. Cinta kepada Allah di atas segalanya. Bagaimana halnya dengan pasangan yang terlanjur jatuh cinta, atau yang ‘berpacaran’ atau sudah bercinta sebelum menikah? Hanya ada dua jalan; bersegeralah menikah atau berpisah karena Allah, niscaya akan terasa lezat dan manisnya iman. Dan janganlah mencintai ‘si dia’ lebih dari pada cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Dari Anas ra, dari nabi saw, beliau bersabda:
“Ada tiga hal dimana orang yang memilikinya akan merasakan manisnya iman, yaitu mencintai Allah dan rasul-Nya melebihi segala-galanya, mencintai seseorang hanya karena Allah, dan enggan untuk menjadi kafir setelah diselamatkan Allah daripadanya sebagaimana enggannya kalau dilempar ke dalam api.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari Abu Hurairah ra, rasulullah saw bersabda:
“Demi zat yang jiwaku ada dalam genggaman-Nya, kamu sekalian tidak akan masuk surga sebelum beriman, dan kamu sekalian tidaklah beriman sebelum saling mencintai….” (HR Muslim)

4. Cinta Kepada Allah, Itulah yang Hakiki
Cinta bagaikan lautan, sungguh luas dan indah. Ketika kita tersentuh tepinya yang sejuk, ia mengundang untuk melangkah lebih jauh ke tangah, yang penuh tantangan, hempasan dan gelombang dan siapa saja ingin mengarunginya. Namun carilah cinta yang sejati, di lautan cinta berbiduk ‘taqwa’ berlayarkan ‘iman’ yang dapat melawan gelombang syaithan dan hempasan nafsu, insya Allah kita akan sampai kepada tujuan yaitu: cinta kepada Allah, itulah yang hakiki, yang kekal selamanya. Adapun cinta kepada makhluk-Nya, pilihlah cinta yang hanya berlandaskan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya. Bukan karena bujuk rayu setan, bukan pula karena desakan nafsu yang menggoda.
Cintailah Allah, berusahalah untuk menggapai cinta-Nya. Menurut Ibnu Qayyim, ada 10 hal yang menyebabkan orang mencintai Allah swt:
Membaca Al-Qur’an dan memahaminya dengan baik.
Mendekatkan diri kepada Allah dengan shalat sunat sesudah shalat wajib.
Selalu menyebut dan berzikir dalam segala kondisi dengan hati, lisan dan perbuatan.
Mengutamakan kehendak Allah di saat berbenturan dengan kehendak hawa nafsu.
Menanamkan dalam hati asma’ dan sifat-sifatnya dan memahami makna.
Memperhatikan karunia dan kebaikan Allah kepada kita.
Menundukkan hati dan diri ke haribaan Allah.
Menyendiri bermunajat dan membaca kitab sucinya di waktu malam saat orang lelap tidur.
Bergaul dan berkumpul bersama orang-orang soleh, mengambil hikmah dan ilmu dari mereka
Menjauhkan sebab-sebab yang dapat menjauhkan kita daripada Allah.

5. Penutup
Saling mencintailah karena Allah agar bisa mendapatkan kecintaan Allah. Dalam hadits Qudsi Allah berfirman:
“Cinta-Ku harus Ku-berikan kepada orang-orang yang saling mencintai karena-Ku, Cinta-Ku harus Ku-berikan kepada orang-orang yang saling berkorban karena-Ku, dan Cinta-Ku harus Ku-berikan kepada orang-orang yang menyambung hubungan karena-Ku.”
Hiduplah di bawah naungan cinta dan saling mencintailah karena keagungan-Nya, niscaya akan mendapatkan naungan Allah, yang pada hari itu tidak ada naungan selain naungan-Nya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda:
“Pada hari kiamat Allah berfirman: ‘Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari yang tiada naungan selain naungan-Ku ini, Aku menaungi mereka dengan naungan-Ku.” (HR. Muslim).
Bahkan Allah memuliakan mereka yang saling mencintai dan bersahabat karena Allah, yang membuat para nabi dan syuhada merasa iri terhadap mereka mereka. Nasa’i meriwayatkan dengan sanad dari Abu Hurairah ra, Rasulullah bersabda:
“Di sekeliling ‘Arsy, terdapat mimbar-mimbar dari cahaya yang ditempati oleh suatu kaum yang berpakaian dan berwajah cahaya pula. Mereka bukanlah para nabi atau syuhada, tetapi para nabi dan syuhada merasa iri terhadap mereka.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, beritahulah kami tentang mereka!” Beliau bersabda, “Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai, bersahabat, dan saling mengunjungi karena Allah.”
“Ya Allah, kurniakanlah kepada kami Cinta terhadap-Mu dan Cinta kepada mereka yang mencintai-Mu, dan apa saja yang mendekatkan kami kepada Cinta-Mu, dan jadikanlah Cinta-Mu itu lebih berharga bagi kami daripada air yang sejuk bagi orang yang dahaga.”
Akhirul qalam, tanyailah diri kita masing-masing:
sudahkah aku menemukan cinta yang hakiki, cinta yang sejati dalam hidup ini?
Sejauh mana aku mengenal-Nya, asma’ (nama)-Nya, sifat-sifat-Nya, kehendak-Nya, larangan-Nya?
Seringkah aku mengingat-Nya, menyebut nama-Nya melalui zikir-zikir yang panjang?
Seringkah aku mendekatkan diri kepada-Nya dengan sholat serta ibadah-ibadah lainnya?
Seringkah aku merintih, mengadu dan mengharap kepada-Nya melalui untaian doa yang keluar dari lubuk hati?
Sudahkah aku mengikuti kehendak-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya?
Apakah aku mencintai seseorang karena-Nya atau karena doringan nafsuku sendiri?
Sejauh mana aku berusaha untuk mengekang hawa nafsuku sendiri?

Wallahu alam bishshawab.
Gunma, 2 Agustus 2002
Oleh: Ir. Munasri Hadini MSc.
Disampaikan dalam Dauroh Muslimah KAMMI-JP
4 Agustus 2002, Komaba, Tokyo

sumber : kafemuslimah.com